Tugas UAS Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (11.6B.27)







Cybercrime & Cyberlaw

Apa itu Cyber Crime?

Cyber Crime adalah bentuk kejahatan baru yang menggunakan internet sebagai media untuk melakukan tindak kejahatan engan munculnya era internet. Setiap aktifitas kejahatan yang dilakukan di internet atau melalui jaringan internet, umumnya disebut sebagai kejahatan internet.
Jenis dan pelanggaran cyber crime sangat beragam sebagai akibat dari penerapan teknologi. Cyber crime dapat berupa penyadapan dan penyalahgunaan informasi atau data yang berbentuk elektronik maupun yang ditransfer secara elektronik, pencurian data elektronik, pornografi, penyalahgunaan anak sebagai objek melawan hukun, penipuan memalui internet, perjudian diinternet, pengrusakan website, disamping pengrusakkan system melalui virus, Trojan horse, signal grounding dan lain lain.

Siapa pelaku cyber crime?

Perlu kita ketahui pelaku cybercrime adalah mereka yang memiliki keahlian tinggi dalam ilmu computer, pelaku cybercrime umumnya menguasai algoritma dan pemrograman computer unutk membuat script/kode malware, mereka dapat menganalisa cara kerja system computer dan jaringan, dan mampu menemukan celah pasa system yang kemudian akan menggunakan kelemahan tersebut untuk dapat masuk sehingga tindakan kejahatan seperti pencurian data dapat berhasil dilakukan.

Jenis-jenis Cyber Crime

Ada beberapa jenis kejahatan pada cyber crime yang dapat kita golongkan berdasarkan aktivitas yang dilakukannya seperti dijelaskan berikut ini yang dirangkum dari berbagai sumber.
  1. Unauthorized Aces
    Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Contoh dari tindak kriminal ini adalah Probing dan port.
  2. Illegal Contents
    Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap sebagai melanggar hukum atau menggangu ketertiban pada masyarakat umum, contohnya adalah penyebaran pornografi atau berita yang tidak benar.
  3. Penyebaran virus secara sengaja
    Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sebuah email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
  4. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
    Cyber Espionage merupakan sebuah kejahatan dengan cara memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
  5. Carding
    Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
  6. Hacking dan Cracker
    Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
    Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
  7. Cybersquatting and Typosquatting
    Cybersquatting merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan cara mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.
  8. Cyber Terorism
    Tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

Contoh kasus cyber crime di Indonesia

  1. Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.
  2. Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.
  3. Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.
  4. Sertifikasi perangkat security . Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security AgencyTahun 2017, Polisi Tangani 1.763 Kasus Kejahatan Siber
  5.  Tahun 2017, Polisi Tangani 1.763 Kasus Kejahatan Siber.
    JAKARTA
    – Kemajuan teknologi saat ini terkadang tak hanya dimanfaatkan masyarakat dalam kegiatan positif. Namun, dalam perkembangan, kemajuan teknologi juga dijadikan peluang bagi para 'penjahat' untuk melakukan kriminalitas di dunia maya atau media lainnya yang kerap dikenal dengan istilah kejahatan siber.
    Cyber crime atau kejahatan siber dalam istilah hukumnya adalah mengacu pada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran, atau tempat terjadinya kejahatan.
    Kejahatan yang dimaksud di antaranya penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit atau carding, confidence fraud (penipuan kepercayaan), penipuan identitas, dan pornografi anak.
    Kejahatan siber pun kini semakin 'bertumbuh subur'. Berdasarkan data yang diperoleh Okezone dari Direktorat Tindak Pidana Kejahatan Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri sepanjang 2017, yakni Januari-Oktober, jajaran Polri di Indonesia menangani 1.763 kasus kejahatan siber.
    Dari angka tersebut, polri setidaknya sudah menyelesaikan perkara (crime clearance) cyber crime sebanyak 835 kasus. Penyelesaian kasus itu dikategorikan dari berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) atau surat permohonan penghentian proses penyidikan (SP3). Dalam data tersebut, kejahatan siber yang paling tinggi adalah penipuan.
    Dalam pemaparan data itu, sepanjang 2017 Polda Aceh menangani tiga kasus kejahatan siber, satu kasus dengan konten pornografi dan dua perkara di kasus penghinaan dan pencemaran nama baik.
    Polda Sumatera Utara (Sumut) menangani 95 kejahatan cyber crime, dengan rincian satu konten pornografi, satu perjudian online, 53 kasus penghinaan dan pencemaran nama baik sebanyak, 30 kasus penipuan, dua menyebar rasa permusuhan, enam kasus pengancaman, tiga kasus illegal access. Dari keseluruhan, sebanyak 45 kasus telah diselesaikan.
    Polda Sumatera Barat (Sumbar) menangani perkara enam konten pornografi, satu perjudian online, 30 kasus penghinaan dan pencemaran nama baik kasus, 65 kasus penipuan, dua kasus penyebaran rasa permusuhan, tiga kasus pengancaman, illegal acces empat kasus, sehingga pada tahun 2017 total kasus yang ditangani 125 dengan penyelesaian 15 kasus.
    Polda Sumatera Selatan (Sumsel) menangani dua kasus konten pornografi, tujuh kasus pencemaran dan penghinaan nama baik, 11 kasus penipuan, satu kasus defacing atau meng-hack website badan atau perorangan. Jika ditotal Polda Sumsel menangani 21 kasus kejahatan siber dan telah menyelesaikan 2 kasus.
    Lalu, Polda Kepulauan Riau (Kepri) sepanjang 2017 menangani sebanyak 40 kasus, rinciannya empat konten pornografi, 16 kasus penghinaan dan pencemaran nama baik, 17 kasus penipuan, dan tiga kasus pencurian identitas.
    Selanjutnya, Polda Lampung menangani dua konten pornografi, 11 kasus pencemaran dan penghinaan nama baik, empat kasus penipuan, satu kasus menyebarkan rasa permusuhan, enam kasus pengancaman, dua kasus distributed denial of service (DDOS) atau penolakan layanan secara terdistribusi dan satu pencurian identitas. Total, Polda Lampung menangani 28 kasus dengan tiga perkara di antaranya telah diselesaikan.
     
Apa itu Cyberlaw ?

Cyberlaw dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan hukum yang diberlakukan untuk menanggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet.

Cyberlaw sangat diperlukan dalam menanggulangi perbuatan melawan hukum di internet (cyber crime), menurut Sitompul (2012 : 39) sebagai berikut :
  1. Masyarakat yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang berasal dari dunia nyata yang memiliki nilai dan kepentingan.
  2. Meskipun terjadi  di dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata.
  3. Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
  4. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Tujuan Cyberlaw

Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.

Ruang Lingkup Cyberlaw

Jonathan Rosenoer dalam cyberlaw, the law internet mengingatkan tentang ruang lingkup dari cyberlaw diantaranya :
  1. Hak cipta (copy right)
  2. Hak merk (trademark)
  3. Pencemaran nama baik (defamation)
  4. Fitnah, penistaan, dan penghinaan (hate speech)
  5. Serangan terhadap fasilitas komputer (hacking, virues, illegal access)
  6. Pengaturan sumber daya internet seperti : IP - Address, domain name.
  7. Kenyamanan individu (privacy)
  8. Prinsip kehati-hatian (duty care)
  9. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat.
  10. Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyeledikan dll.
  11. Konrak / transaksi elekronik dan tanda tangan digital.
  12. Pornograpi
  13. Pencurian melalui internet
  14. Perlindungan konsumen
  15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti : e-commerce, e-government, e-education dll.
Asas - asas Cyberlaw

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal dengan beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
  1. Subjective Territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan negara lain.
  2. Objective Territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  3. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai juridiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
  4. Passive Nationality, yang menekankan juridiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  5. Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
Pasal-pasal dalam Undang-undang ITE

Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir (end-user) diberikan perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia maya sangat rawan penipuan.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat( 2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian
 Pasal 27 ayat (3)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (4)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 ayat (1)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditnujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dampak Positif dan Negatif Undang-undang ITE
1. Sisi Positif UU ITE
Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
2. Sisi Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat. Undang-undang ini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang. Maka dari itu muncul suatu gagasan untuk merevisi undang-undang tersebut.

Bentuk Kejahatan Penggunaan TI

(Cyber Sabotage and Extortion)


Apa itu Cyber Sabotage and Extortion

Cyber Sabotage and Extortion adalah kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan, atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Pakar industri mengatakan bahwa kejahatan cyber sabotage merupakan ketakutan terbesar di tahun 2012 berdasarkan kompleksitas dan keberhasilan kejahatan cyber yang dilakukan pada tahun 2011.
Cyber Sabotage adalah kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. 
Biasanya kejahatan seperti ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data pada program komputer atau sistem jaringan komputer tersebut tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka tidak lama para pelaku tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase oleh pelaku. Dan tentunya dengan bayaran tertentu sesuai permintaan yang diinginkan oleh pelaku. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber_terrorism.
Berikut adalah beberapa cara yang biasa digunakan untuk melakukan tindakan sabotase:
  1. Mengirimkan berita palsu, informasi negatif, atau berbahaya melalui website, jejaring sosial, atau blog.
  2.  Mengganggu atau menyesatkan publik atau pihak berwenang tentang identitas seseorang, baik untuk menyakiti reputasi mereka atau untuk menyembunyikan seorang kriminal.  
  3. "Hacktivists" menggunakan informasi yang diperoleh secara ilegal dari jaringan komputer dan intranet untuk tujuan politik, sosial, atau aktivis .
  4. Cyber ​​terorisme bisa menghentikan, menunda, atau mematikan mesin dijalankan oleh komputer, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir di Iran yang hampir ditutup oleh hacker tahun 2011.
  5. Membombardir sebuah website dengan data sampai kewalahan dan tidak mampu menyelesaikan fungsi dasar dan penting.
Contoh Kasus Cyber Sabotage
1. Peretasan Website KPU
Aparat Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menangkap Dani Firmansyah (25), yang diduga kuat sebagai pelaku yang membobol situs (hacker) di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu Komisi Pemilihan Umum (TNP KPU). Penangkapan dilakukan pada hari Kamis (22/4) sore.

Kepada polisi, Dani mengaku meng-hack situs tersebut hanya karena ingin mengetes keamanan sistem keamanan server tnp.kpu.go.id, yang disebut-sebut mempunyai sistem pengamanan berlapis-lapis. "Motivasi Dani melakukan serangan ke website KPU hanya untuk memperingatkan kepada tim TI KPU bahwa sistem TI yang seharga Rp 125 miliar itu ternyata tidak aman. Tersangka berhasil menembus server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL Injection," kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Makbul Padmanagara. Ia didampingi Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Prasetyo dan Direktur Reserse Kriminal Khusus Komisaris Besar Edmond Ilyas.

Dani Firmansyah adalah anak kedua dari lima bersaudara. Ia saat ini tengah menyelesaikan skripsi sarjananya di Jurusan Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sesuai surat dakwaan, Dani dijerat dengan dakwaan berlapis. Yakni, melakukan tindak pidana yang melanggar pasal 22 huruf a, b, c, pasal 38 dan pasal 50 UU Telekomunikasi. Pasal 22 UU Telekomunikasi berbunyi, "Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi: (a) akses ke jaringan telekomunikasi; dan/atau (b) akses ke jasa telekomunikasi; dan/atau (c) akses ke jaringan telekomunikasi khusus."

Dani yang pernah berprofesi sebagai konsultan teknologi informasi PT Danareksa bergaji Rp 20 juta/bulan itu ternyata tidak dijerat dengan perundang-undangan tentang pemilu, khususnya melakukan aktivitas yang menggagalkan pelaksanaan pemilihan anggota legislatif.

Dalam persidangan, majelis hakim diketuai Hamdi. Jaksa dipimpin Ramos Hutapea. Sedangkan Dani didampingi penasihat hukum dari Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Muhammadiyah Jogjakarta, Mukhtar Zuhdy. Kedua orang tuanya, Srihadi Widyastuti dan Kurmaryono, sengaja datang jauh-jauh dari Kebumen untuk menyaksikan sidang pertama buah hatinya tersebut. Sejumlah kerabat,dari paman hingga adik Dani, juga terlihat di kursi pengunjung.

Suasana persidangan berlangsung lancar. Majelis hakim memulai sidang pukul 14.00 dan mengakhiri sekitar pukul 14.45. Selama persidangan, Dani yang menjalani penahanan di Rutan Salemba itu terlihat serius menyimak surat dakwaan yang dibacakan bergiliran oleh tim jaksa.

Sesuai surat dakwaan, Dani menyerang sistem pertahanan website KPU itu dari kantornya di PT Danareksa, Jalan Merdeka Selatan. Serangan awal pada 16 April. Serangan perdananya itu masih buntu. Dani ternyata tak mengenal kata gagal. Besoknya, 17 April, dia kembali berusaha membobol situs milik lembaga penyelenggara pemilu tersebut. Serangan dilakukan sejak dini hari pukul 03.12 dan baru tembus pukul 11.24 hingga pukul 11.34 (selama 10 menit).

Begitu ’sukses’ menembus website KPU, hacker muda itu meng-update tabel nama partai dan mengacak jumlah perolehan suaranya (dikalikan 10). Nama-nama peserta pemilu langsung diganti. Yang jelas, nama-nama baru parpol yang diduga karya iseng Dani itu menyebabkan negeri ini geger.

Menurut jaksa, Dani mengakui serangannya untuk menembus tiga lapis sistem pertahanan website kpu.go.id dari 3 arah berbeda. Itu dilakukan dengan hampir bersamaan. Masing-masing dari kantornya di PT Danareksa, Jakpus; Warnet Warna di Kaliurang, Km 8 Jokjakarta, dan server IRC Dalnet Mesra yang ada di Malaysia.

Caranya, dia menggunakan XSS (Cross Site Scripting) dan SQL Injection (menyerang dengan cara memberi perintah melalui program SQL) dari gedung PT Danareksa. "Semua itu melalui teknik spoofing (penyesatan)," ujar jaksa Ramos dalam persidangan.

Awalnya, lanjut jaksa, Dani melakukan hacking dari IP 202.158.10.117 di Kantor PT Danareksa. Pada saat bersamaan, dia melakukan chatting ke sesama komunitas (Indolinux, IndofreeBSD, dan IndoOpenBSD) dengan melakukan BNC ke IP 202.162.36.42 dengan nama samaran (nickname) Xnuxer melalui Warnet Warna di Kaliurang,Jogjakarta.Chatting ini mengarah ke server IRC Dalnet Mesra di Malaysia.

Setelah memasuki sistem pertahanan website KPU, Dani membuka IP Proxy Anonymous Thailand dengan IP 208.147.1.1, kemudian langsung menembus ke tnp.kpu.go.id 203.130.201.134. Dan, akhirnya sukses. Seusai sidang, pengacara Dani, Mukhtar Zuhdy, merasa optimistis kliennya bakal lolos dari dakwaan. Alasannya, dakwaan berlapis dengan menggunakan UU Telekomunikasi yang digunakan untuk menjerat kliennya dinilai sangat lemah. "Kalau UU Telekomunikasi, unsur-unsur deliknya susah dibuktikan," tegas Mukhtar.
Penanggulangan Cyber Sabotage and Extortion

  1. Kriptografi : Seni menyandikan data. Data yang dikirimkan disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Hal ini dilakukan supaya pihak-pihak penyerang tidak dapat mengerti isi data yang dikirim.
  2. Internet Farewell: Untuk mencegah akses dari pihak luar ke sistem internal. Firewall dapat bekerja dengan 2 cara, yaotu menggunakan filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall proxy berarti mengizinkan pemakai  dalam untuk mengakses internet seluas-luasnya, tetapi dari luar hanya dapat mengakses satu komputer tertentu saja.
  3. Menutup service yang tidak digunakan
  4. Melakukan back up secara rutin.
  5. Perlu adanya cyberlawCybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.
  6. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
UU ITE mengenai Cyber Sabotage and Extortion

                                                 Pasal 33
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
                                                 Pasal 49

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau dendan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kesimpulan


   Berdasarkan data yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat kami simpulkan,bahwa kemajuan teknologi mempunyai dampak positif  dan negatif. Salah satunya Cyber sabotage merupakan kejahatan yang timbul dari dampak negatif perkembangan aplikasi internet.

    Sarana yang dipakai tidak hanya komputer melainkan juga teknologi, sehingga yang melakukan kejahatan ini perlu proses belajar, motif melakukan kejahatan ini disamping karena uang juga iseng. Kejahatan ini juga bisa timbul dikarenakan ketidakmampuan hukum termasuk aparat dalam menjangkaunya. Kejahatan ini bersifat maya dimana si pelaku tidak tampak secara fisik

Saran
Berkaitan dengan cyber crime tersebut maka perlu adanya upaya untuk pencegahannya, untuk itu yang perlu diperhatikan adalah :
1.        Segera membuat regulasi yang berkaitan dengan cyber law pada umumnya dancyber
        crime pada khususnya.
2.        Kejahatan ini merupakan global crime maka perlu mempertimbangkan draft internasional
        yang berkaitan dengan cyber crime.
3.        Melakukan perjanjian ekstradisi dengan Negara lain.
4.        Mempertimbangkan penerapan alat bukti elektronik dalam hukum pembuktiannya.
5.        Harus ada aturan khusus mengenai cyber crime.


Sumber - sumber terkait :
https://postingridwan.wordpress.com/cyberlaw/
https://helkuchiki.wordpress.com/cyberlaw/apa-itu-cyberlaw/

https://www.liputan6.com/news/read/76852/pembobol-situs-kpu-dibekuk

https://nasional.tempo.co/read/53570/penjebol-situs-kpu-divonis-6-bulan-penjara



KELOMPOK 5
  1. FITRI ENDANG LESTARI
    (11150264)
  2. YULIA AGUSTINA
    (11150675)
  3. MARSYELLA KRISTIANTI
    (11151076)
  4. DELIA DWI TILANA
    (11151159)
  5. NINA ASMAWATI
    (11151395)
  6. ANDREYANAH KUSWANDI SUTEJA
    (11151967)

Terima kasih telah berkunjung ke blog kami, semoga bermanfaat ..

Komentar

Postingan populer dari blog ini